Banyak yang mengira istilah ini hanyalah label gender, tetapi penggunaannya dalam percakapan sehari-hari, dokumen resmi, hingga media massa menunjukkan adanya nuansa yang lebih kompleks. Melalui artikel ini, kami akan membawamu menyelami setiap lapis perbedaan tersebut, memberikan pemahaman komprehensif yang tidak akan kamu temukan di tempat lain, dan menjawab tuntas mengapa dua kata ini lebih dari sekadar pembeda jenis kelamin.
Asal-usul Etimologis, Dari Siswa Menjadi ‘Maha’
Untuk memahami esensi kata “mahasiswa”, kita perlu membedahnya menjadi dua unsur: “maha” dan “siswa”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “maha-“ adalah bentuk terikat yang berarti ‘sangat’, ‘teramat’, atau ‘besar’. Sementara “siswa” adalah pelajar atau murid, terutama pada tingkat dasar dan menengah. Jadi, secara harfiah, “mahasiswa” dapat diartikan sebagai “pelajar yang agung” atau “pelajar tingkat tertinggi”.
Penyematan awalan “maha-” ini bukan tanpa alasan. Ia menandakan transisi penting dari status siswa di sekolah menengah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Status ini membawa ekspektasi yang lebih besar, baik dari segi intelektual maupun tanggung jawab sosial. Seorang mahasiswa diharapkan tidak hanya menyerap ilmu, tetapi juga mampu berpikir kritis, analitis, dan menjadi agen perubahan (agent of change) di tengah masyarakat.
Secara historis, gerakan mahasiswa di Indonesia telah membuktikan makna ‘maha’ ini. Sejak era pergerakan nasional dengan Boedi Oetomo pada 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga peristiwa reformasi 1998, mahasiswa selalu mengambil peran sentral dalam menentukan arah perjalanan bangsa.
Diferensiasi Gender dalam Bahasa, Kemunculan ‘Mahasiswi’
Lantas, dari mana istilah “mahasiswi” berasal? Dalam tata bahasa Indonesia, penambahan sufiks “-i” atau “-wati” pada beberapa kata benda atau jabatan sering digunakan untuk menunjukkan bentuk feminin. Contohnya:
- Karyawan (laki-laki) menjadi Karyawati (perempuan)
- Sastrawan (laki-laki) menjadi Sastrawati (perempuan)
- Putra (laki-laki) menjadi Putri (perempuan)
Pola yang sama diterapkan pada kata “mahasiswa”. Penambahan sufiks “-i” menjadikannya “mahasiswi”, yang secara spesifik merujuk pada mahasiswa perempuan. Menurut KBBI, mahasiswi didefinisikan secara lugas sebagai “mahasiswa wanita”.
Awalnya, kata “mahasiswa” sering digunakan sebagai istilah generik atau umum untuk mencakup semua pelajar di perguruan tinggi, tanpa memandang gender. Namun, seiring meningkatnya partisipasi perempuan di dunia pendidikan tinggi, kebutuhan akan istilah yang lebih spesifik pun muncul. Penggunaan “mahasiswi” menjadi semakin lazim untuk memberikan pengakuan dan visibilitas terhadap keberadaan pelajar perempuan di lingkungan akademik.
Perbandingan Penggunaan Istilah, Kapan dan Di Mana?
Meski definisinya jelas, penggunaan kedua istilah ini dalam praktik seringkali tumpang tindih dan bergantung pada konteks. Berikut adalah perbandingan komprehensif dalam berbagai situasi:
| Konteks Penggunaan | Mahasiswa | Mahasiswi | Catatan Penting |
|---|---|---|---|
| Penyebutan Umum/Kolektif | ✔️ Umum digunakan (Contoh: “Demo mahasiswa menolak kebijakan baru.”) | ❌ Jarang digunakan untuk kolektif campuran | Meskipun merujuk pada kelompok campuran, “mahasiswa” secara *default* masih menjadi pilihan utama. |
| Dokumen & Peraturan Resmi | ✔️ Sering digunakan sebagai istilah generik | ✔️ Digunakan jika ada pemisahan data gender | Istilah hukum yang paling netral adalah “Peserta Didik” (lihat pembahasan selanjutnya). |
| Sapaan Langsung (Individu) | ✔️ Untuk menyapa laki-laki | ✔️ Untuk menyapa perempuan | Penggunaan sangat spesifik berdasarkan gender yang terlihat. |
| Judul Berita/Media Massa | ✔️ Dominan digunakan, bahkan saat subjeknya perempuan | ✔️ Digunakan jika gender adalah poin utama berita | Ada kecenderungan “mahasiswa” dianggap lebih netral dan umum oleh media. |
| Karya Ilmiah/Akademis | ✔️ Umum digunakan sebagai subjek penelitian umum | ✔️ Digunakan jika penelitian fokus pada gender perempuan | Penelitian modern semakin sadar untuk menggunakan bahasa yang lebih inklusif. |
Perspektif Hukum dan Peraturan Negara
Sebuah fakta menarik yang jarang diketahui adalah bahwa dalam peraturan perundang-undangan formal di Indonesia, istilah “mahasiswa” atau “mahasiswi” sebenarnya tidak menjadi terminologi utama. Jika kita merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, istilah yang digunakan untuk menyebut pelajar di semua jenjang, termasuk perguruan tinggi, adalah “Peserta Didik”.
Pasal 1 Ayat 4 UU Sisdiknas menyatakan:
“Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.”
Penggunaan istilah “Peserta Didik” ini bersifat sepenuhnya netral gender dan lebih inklusif. Ini menunjukkan bahwa dari kacamata hukum, hak dan kewajiban pelajar di perguruan tinggi tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Istilah “mahasiswa” dan “mahasiswi” lebih merupakan istilah sosiokultural yang hidup dan berkembang di masyarakat, bukan terminologi hukum yang baku.
Pergeseran Makna dan Realitas Sosial di Kampus Modern
Dulu, dunia perguruan tinggi identik dengan kaum laki-laki. Namun, lanskap demografi pendidikan tinggi di Indonesia telah berubah secara drastis. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa tahun terakhir secara konsisten menunjukkan bahwa proporsi perempuan yang menempuh dan menyelesaikan pendidikan tinggi kini lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Kenyataan ini memunculkan diskusi baru mengenai relevansi penggunaan istilah yang terpisah berdasarkan gender. Beberapa argumen yang muncul antara lain:
- Inklusivitas Bahasa: Sebagian kalangan akademisi mulai mendorong penggunaan istilah yang lebih netral, seperti “mahasiswa” sebagai kata generik atau bahkan mengadopsi istilah baru. Tujuannya adalah untuk menghindari bias gender dalam bahasa.
- Stereotip Gender: Pembedaan istilah terkadang secara tidak sadar dapat melanggengkan stereotip. Misalnya, kegiatan yang diasosiasikan dengan “mahasiswa” (seperti demonstrasi, aktivisme politik) seringkali berbeda dengan citra yang melekat pada “mahasiswi” (seperti kegiatan sosial atau akademik).
- Identitas dan Peran: Di sisi lain, banyak mahasiswi yang merasa identitasnya sebagai perempuan diakui dan dihargai melalui penggunaan istilah “mahasiswi”. Istilah ini menegaskan keberadaan dan kontribusi mereka di ranah yang dulunya didominasi pria.
Kehidupan kampus yang dinamis menjadi cerminan dari perdebatan ini. Kamu akan menemukan berbagai macam pandangan, mulai dari yang tidak mempermasalahkan sama sekali hingga yang aktif mengampanyekan bahasa yang lebih sadar gender.
Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang dinamika kehidupan di perguruan tinggi, video berikut memberikan wawasan menarik tentang pengalaman menjadi pelajar di universitas.
Kesimpulan
Jadi, apa beda mahasiswa dan mahasiswi? Jawabannya telah kita urai bersama. Perbedaan ini melampaui definisi kamus yang sederhana.
- Secara Bahasa: “Mahasiswa” adalah istilah umum yang cenderung maskulin, sementara “mahasiswi” adalah bentuk feminin yang spesifik.
- Secara Sejarah: Istilah ini merefleksikan evolusi pendidikan tinggi di Indonesia, dari era yang didominasi pria hingga kondisi saat ini di mana perempuan lebih unggul secara jumlah.
- Secara Hukum: Istilah resmi yang netral gender adalah “Peserta Didik”, menegaskan kesetaraan hak dan kewajiban.
- Secara Sosial: Penggunaan kedua istilah ini mencerminkan dinamika, perdebatan, dan kesadaran akan isu gender di masyarakat modern.
Pada akhirnya, baik mahasiswa maupun mahasiswi, keduanya adalah pilar masa depan bangsa yang mengemban tanggung jawab intelektual dan moral yang sama. Memahami perbedaan dan nuansa di balik sebutan mereka adalah langkah awal untuk menghargai keragaman dan mendorong kesetaraan di dunia pendidikan.
Daftar Pustaka
- Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. (2016). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/
- Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaran Negara RI Tahun 2003, No. 78.
- Goodstats. (2023). Status Pendidikan Perempuan Indonesia, Lebih Banyak Tamatkan Perguruan Tinggi Daripada Laki-Laki. Diakses dari https://goodstats.id/article/status-pendidikan-perempuan-indonesia-lebih-banyak-tamatkan-perguruan-tinggi-daripada-laki-laki-dyanS
- Nizam, F. (2021). Sekilas Tentang Sejarah Pendidikan Tinggi di Indonesia. Digilib UIN Sunan Kalijaga. Diakses dari https://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/57367/









